Rabu, 15 Desember 2010
"Bonek-Viking" satu hati
Melihat sejarah, VIKING dan BONEK adalah pendukung sejati dari klub perserikatan yang sudah menjadi musuh bebuyutan dari sejak jaman perserikatan, yaitu PERSIB dan PERSEBAYA. Dilihat dari kacamata awam, tidak mungkin pendukung sejati yang berani mati demi mendukung timnya bisa bersahabat bahkan bersaudara dengan pendukung sejati yang sama-sama berani mati demi mendukung tim musuh bebuyutan. Tetapi ternyata VIKING dan BONEK membuktikan bahwa mereka bisa. Persaudaraan mereka dilandasi perasaan senasib dimana mereka selalu dijadikan bahan hujatan dan pendiskreditan dari masyarakat sepakbola nasional. Bahkan pers nasional pun paling senang apabila ada kerusuhan di partai yang melibatkan PERSIB atau PERSEBAYA karena bisa dijadikan headline dan sudah jelas pihak mana yang akan disalahkan.
Sejak dulu VIKING dan BONEK diidentikkan dengan kerusuhan. Istilahnya dimana ada pertandingan yang ditonton oleh VIKING atau BONEK maka akan terjadi kerusuhan. Hal-hal jelek dan bersifat mendiskreditkan itulah yang lebih sering diekspos oleh media massa nasional. Padahal tidak semua kegiatan atau kelakuan VIKING dan BONEK berujung pada kerusuhan. Dan tidak semua kerusuhan itu diakibatkan oleh mereka. Mereka hanyalah kaum tertindas yang selalu dipersalahkan karena dosa-dosa di masa lalu. Sangat jarang sekali (atau bahkan tidak pernah?) media massa nasional memberitakan kegiatan positif yang VIKING atau BONEK lakukan. Sangat jauh berbeda dengan pemberitaan media massa nasional tentang pendukung tim lain. Ketika terjadi kerusuhan yang melibatkan mereka hanya ditulis sedikit (atau bahkan tidak ditulis sama sekali?) dan ditutupi dengan kata-kata "oknum yang mengatasnamakan pendukung...". What a bullshit! Sedangkan ketika melakukan kegiatan positif, media massa nasional langsung memberitakan secara besar-besaran, sebesar berita kerusuhan yang melibatkan VIKING atau BONEK. Bahkan saking terlalu seringnya pemberitaan yang memojokkan VIKING sebagai bobotoh PERSIB, bobotoh lain yang bukan anggota VIKINGpun menjadi antipati terhadap media massa nasional. Sampai ada jargon di kalangan bobotoh bahwa "PERSIB besar bukan karena pemberitaan media massa nasional, PERSIB besar karena bobotoh dan prestasi. PERSIB dan bobotoh tidak membutuhkan media massa nasional untuk menjadi besar. Media massa nasional-lah yang membutuhkan PERSIB untuk menjadi besar dan terkenal".
Hal itulah yang mungkin menjadi salah satu penyebab munculnya perasaan senasib dan berkembang menjadi ikatan persaudaraan, selain tentunya kerusuhan di Jakarta dimana BONEK yang hendak mendukung PERSEBAYA di Senayan diserang oleh sepasukan organisasi masyarakat (?), yang tidak usah saya sebutkan disini karena semua juga sudah tau, dan kemudian diselamatkan oleh beberapa bobotoh (anggota VIKING) yang kebetulan sedang ada disana. Juga ketika PERSIB melawat ke Surabaya, dimana anggota VIKING yang mendukung PERSIB di sana dijamu sangat baik oleh BONEK. Demikian pula ketika PERSEBAYA yang bertanding di Bandung, giliran BONEK yang dijamu sangat baik oleh VIKING.
Indahnya persaudaraan diantara dua kubu suporter TERBESAR di Indonesia itu. Jadi saat ini BONEK bukan hanya berarti BONDO NEKAT, tapi bisa juga berarti BOBOTOH NEKAD.
Karena VIKING atau BONEK sama saja
Kamis, 09 Desember 2010
SEJARAH BONEK MANIA
SEJARAH BONEK MANIA
Istilah Bonek muncul secara tiba-tiba dan besar juga karena media massa yang awalnya bagus yang lambat laun justru mengalami pergeseran pengertian dan akhirnya lebih berkonotasi negatif. Masih ingat gimana dulu Jawa Pos dengan koordinator langsung Cak Dahlan Iskan pernah memberangkatkan ratusan bus, puluhan gerbong KA dan pesawat terbang menuju Jakarta. Tret..tret.. tetttt... begitulah tema yg usung Jawa Pos tahun 1988-an. Dan sebutan populer untuk suporter persebaya waktu itu adalah 'Green Force'. Antusias bukan hanya dari surabaya saja, tetapi juga datang dari kota-kota besar di Jawa Timur. Bahkan dalam suatu kolom di Jawa Pos selama 7 hari berturut2 ada komentar & kesan-kesan dari para peserta Tret tret tett yg tertulis dengan foto para peserta lengkap dengan alamatnya.
Begitu antusiasnya jawa pos sampai dalam head line news tertulis "Hijaukan senayan" dan sambuatn masyarakat surabaya dan jawatimur pun luar biasa. Dalam ceritanya ada yg sampai menggadaikan motornya, menjual TV, Tape, perhiasan istrinya dan peralatan rumah tangga lainnya, yg muda2 banyak yg harus mengamen dulu pokoknya harus bisa ke senayan !!.
Modal Tekad itulah semangat untuk meng-hijaukan senayan begitu menggebu. Sementara yg punya duit pas-pasan masih ada cara lain yaitu 'menggandol' truk secara estafet mulai dari Surabaya - Jakarta sambil mengamen di jalanan. Bahkan ada juga yg berangkat jauh2 hari sebelum pertandingan final (padahal persebaya belum tentu masuk final) dengan menumpang gerbong kereta pertamina yg jalannya kayak keong itu... pokoknya sampe Jakarta.
Semangat yang positif dan antusiasme tanpa ada ANARKISME dan KERUSUHAN dengan melibatkan massa banyak itulah yg mendapatkan acungan jempol banyak kalangan di Indonesia saat itu. Sebagai catatan senayan ketika itu dijejali 110 Ribu penonton dari Surabaya dan Bandung !! Suporter Persebaya sendiri sekitar 40% nya (masih kalah banyak dengan bandung yg memang jaraknya lebih dekat). Suatu rekor jumlah penonton yg barangkali sampai saat ini belum terpecahkan.
Belum lagi semangat heroik dari beberapa suporter persebaya yg memanjat dan merayap sampai ATAP bangunan senayan yg berbentuk lingkaran itu hanya untuk membentangkan spanduk super raksasa warna hijau tulisan putih yg bertuliskan "Merah Darahku Putih Tulangku Bersatu Dalam Semangatku".
Nah Semangat itulah dengan berbagai cara yg HALAL untuk datang mendukung persebaya ke senayan membuat beberapa media massa, terutama JAPOS sebagai pelopornya mulai mengistilahkan BONEK (Bondo Nekad), dalam as** tulisan mereka bahwa semangat hidup dan semangat untuk maju manusia perlu punya modal tekad yg kuat. Modal tekad atau Bondo Nekad atau Bonek sejatinya tidak seperti yg ditunjukkan oleh generasi bonek-bonek saat ini yg justru cenderung brutal, nekad dalam arti menghalalkan segala cara adalah bukan Bonek yang sesungguhnya.
Sebetulnya kesalahan juga dari para bonek sebelumnya yg tidak meninggalkan warisan bonek yg sebenarnya, juga media massa yg kadang ikut mengompori dan bahkan seakan-akan ikut membenarkan. Bahkan kerusuhan bonek sudah menjadi semacam rejeki buat mereka, karena berita tentang Bonek tentunya akan meningkatkan oplah surat kabar mereka.
Salah kaprah lainnya adalah istilah Modal Tekad dan Modal Nekad sebetulnya serupa tapi tak sama. Tekad lebih ke semangat untuk melakukan tindakan sedangkan nekad lebih ke tindakan yg dilakukannya. Seharusnya bukan Bondo Nekad tetapi Bondo Tekad... tetapi untuk kemudahan pengucapan lebih cenderung Bondo Nekad alias Bonek.
Puisi Bonek
Kami tak tahu, kapan kami mulai lahir......
Semuanya mengalir dan berjalan melintasi waktu
Dengan apa adanya......
Sampai saat inipun kami masih aktif mengorganisir
Diri kami dan menjalin.
tali persahabatan.....
Dari masa ke masa...hingga era kini...
Kami selalu dihujat... di caci.....
Kami sudah kenyang dengan nasi vonis.....dengan
Lauk pauknya komdis..serta..piringnya Komding
Kami mohon ma’af..atas ulah adik-2 kecil kami
Yang selalu meresahkan selama ini...
juga peringatan bagi oknum-2 yang selama ini memanfaatkan
atas nama kami...slogan kami...
Keberingasan bukan semboyan kami
Apapun cerita kami diluar sana......
Apapun foto-foto kami diluar sana.....
Apapun Ulasan-2 kami diluar sana
Sangat bermanfaat bagi mereka-mereka yang
Menghujat kami..!
Kami tidak butuh...pembenaran...
Kami tidak butuh..alasan
Inilah kami.....para BONEK yang tetap exist..
SAMPAI KINI.....
Tak sebilah Pedangpun bisa melukai diriku..
Tak lelah dan tak akan habis keringat kami
memperbaiki citra BONEK...
sampai kapanpun kami akan terus bersama
bersatu memeperbaiki diri..
AYO BERSAMA KITA BANGUN NAMA BONEK
Dengan rasa Cinta dan Kebersamaan...........
Tak ada yang lain, selain dirimu..
Yang selalu kupuja...
Ku sebut namamu..
Disetiap hembusan nafasku
Ku sebut namamu...
Ku sebut namamu.
Istilah Bonek muncul secara tiba-tiba dan besar juga karena media massa yang awalnya bagus yang lambat laun justru mengalami pergeseran pengertian dan akhirnya lebih berkonotasi negatif. Masih ingat gimana dulu Jawa Pos dengan koordinator langsung Cak Dahlan Iskan pernah memberangkatkan ratusan bus, puluhan gerbong KA dan pesawat terbang menuju Jakarta. Tret..tret.. tetttt... begitulah tema yg usung Jawa Pos tahun 1988-an. Dan sebutan populer untuk suporter persebaya waktu itu adalah 'Green Force'. Antusias bukan hanya dari surabaya saja, tetapi juga datang dari kota-kota besar di Jawa Timur. Bahkan dalam suatu kolom di Jawa Pos selama 7 hari berturut2 ada komentar & kesan-kesan dari para peserta Tret tret tett yg tertulis dengan foto para peserta lengkap dengan alamatnya.
Begitu antusiasnya jawa pos sampai dalam head line news tertulis "Hijaukan senayan" dan sambuatn masyarakat surabaya dan jawatimur pun luar biasa. Dalam ceritanya ada yg sampai menggadaikan motornya, menjual TV, Tape, perhiasan istrinya dan peralatan rumah tangga lainnya, yg muda2 banyak yg harus mengamen dulu pokoknya harus bisa ke senayan !!.
Modal Tekad itulah semangat untuk meng-hijaukan senayan begitu menggebu. Sementara yg punya duit pas-pasan masih ada cara lain yaitu 'menggandol' truk secara estafet mulai dari Surabaya - Jakarta sambil mengamen di jalanan. Bahkan ada juga yg berangkat jauh2 hari sebelum pertandingan final (padahal persebaya belum tentu masuk final) dengan menumpang gerbong kereta pertamina yg jalannya kayak keong itu... pokoknya sampe Jakarta.
Semangat yang positif dan antusiasme tanpa ada ANARKISME dan KERUSUHAN dengan melibatkan massa banyak itulah yg mendapatkan acungan jempol banyak kalangan di Indonesia saat itu. Sebagai catatan senayan ketika itu dijejali 110 Ribu penonton dari Surabaya dan Bandung !! Suporter Persebaya sendiri sekitar 40% nya (masih kalah banyak dengan bandung yg memang jaraknya lebih dekat). Suatu rekor jumlah penonton yg barangkali sampai saat ini belum terpecahkan.
Belum lagi semangat heroik dari beberapa suporter persebaya yg memanjat dan merayap sampai ATAP bangunan senayan yg berbentuk lingkaran itu hanya untuk membentangkan spanduk super raksasa warna hijau tulisan putih yg bertuliskan "Merah Darahku Putih Tulangku Bersatu Dalam Semangatku".
Nah Semangat itulah dengan berbagai cara yg HALAL untuk datang mendukung persebaya ke senayan membuat beberapa media massa, terutama JAPOS sebagai pelopornya mulai mengistilahkan BONEK (Bondo Nekad), dalam as** tulisan mereka bahwa semangat hidup dan semangat untuk maju manusia perlu punya modal tekad yg kuat. Modal tekad atau Bondo Nekad atau Bonek sejatinya tidak seperti yg ditunjukkan oleh generasi bonek-bonek saat ini yg justru cenderung brutal, nekad dalam arti menghalalkan segala cara adalah bukan Bonek yang sesungguhnya.
Sebetulnya kesalahan juga dari para bonek sebelumnya yg tidak meninggalkan warisan bonek yg sebenarnya, juga media massa yg kadang ikut mengompori dan bahkan seakan-akan ikut membenarkan. Bahkan kerusuhan bonek sudah menjadi semacam rejeki buat mereka, karena berita tentang Bonek tentunya akan meningkatkan oplah surat kabar mereka.
Salah kaprah lainnya adalah istilah Modal Tekad dan Modal Nekad sebetulnya serupa tapi tak sama. Tekad lebih ke semangat untuk melakukan tindakan sedangkan nekad lebih ke tindakan yg dilakukannya. Seharusnya bukan Bondo Nekad tetapi Bondo Tekad... tetapi untuk kemudahan pengucapan lebih cenderung Bondo Nekad alias Bonek.
Puisi Bonek
Kami tak tahu, kapan kami mulai lahir......
Semuanya mengalir dan berjalan melintasi waktu
Dengan apa adanya......
Sampai saat inipun kami masih aktif mengorganisir
Diri kami dan menjalin.
tali persahabatan.....
Dari masa ke masa...hingga era kini...
Kami selalu dihujat... di caci.....
Kami sudah kenyang dengan nasi vonis.....dengan
Lauk pauknya komdis..serta..piringnya Komding
Kami mohon ma’af..atas ulah adik-2 kecil kami
Yang selalu meresahkan selama ini...
juga peringatan bagi oknum-2 yang selama ini memanfaatkan
atas nama kami...slogan kami...
Keberingasan bukan semboyan kami
Apapun cerita kami diluar sana......
Apapun foto-foto kami diluar sana.....
Apapun Ulasan-2 kami diluar sana
Sangat bermanfaat bagi mereka-mereka yang
Menghujat kami..!
Kami tidak butuh...pembenaran...
Kami tidak butuh..alasan
Inilah kami.....para BONEK yang tetap exist..
SAMPAI KINI.....
Tak sebilah Pedangpun bisa melukai diriku..
Tak lelah dan tak akan habis keringat kami
memperbaiki citra BONEK...
sampai kapanpun kami akan terus bersama
bersatu memeperbaiki diri..
AYO BERSAMA KITA BANGUN NAMA BONEK
Dengan rasa Cinta dan Kebersamaan...........
Tak ada yang lain, selain dirimu..
Yang selalu kupuja...
Ku sebut namamu..
Disetiap hembusan nafasku
Ku sebut namamu...
Ku sebut namamu.
Profil Persebaya
Nama lengkap | Persatuan Sepak bola Surabaya | ||||||||||||||||||||||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Julukan | Bajul Ijo Green Force | ||||||||||||||||||||||||||||||||
Didirikan | 1927 | ||||||||||||||||||||||||||||||||
Stadion | Gelora Bung Tomo, Surabaya, Indonesia (Kapasitas: 55.000) | ||||||||||||||||||||||||||||||||
Ketua Umum | Saleh Ismail Mukadar | ||||||||||||||||||||||||||||||||
Manajer | none | ||||||||||||||||||||||||||||||||
Pelatih | Aji Santoso | ||||||||||||||||||||||||||||||||
Asisten Pelatih | Gomes De Olivera Ibnu Grahan Machrus Afif | ||||||||||||||||||||||||||||||||
Dokter Tim | Heri Siswanto | ||||||||||||||||||||||||||||||||
Liga | Liga Super Indonesia | ||||||||||||||||||||||||||||||||
2008-09 | Divisi Utama, Peringkat 4 (Juara Play-off) | ||||||||||||||||||||||||||||||||
Kelompok suporter | Bonek, Yayasan Suporter Surabaya | ||||||||||||||||||||||||||||||||
|
SEJARAH PERSEBAYA
Persebaya didirikan oleh Paijo dan M. Pamoedji pada 18 Juni 1927. Pada awal berdirinya, Persebaya bernama Soerabhaiasche Indonesische Voetbal Bond (SIVB). Pada saat itu di Surabaya juga ada klub bernama Sorabaiasche Voebal Bond (SVB), bonden (klub) ini berdiri pada tahun 1910 dan pemainnya adalah orang-orang Belanda yang ada di Surabaya.
Pada tanggal 19 April 1930, SIVB bersama dengan VIJ Jakarta, BIVB Bandung (sekarang Persib Bandung), MIVB (sekarang PPSM Magelang), MVB (PSM Madiun), VVB (Persis Solo), PSM (PSIM Yogyakarta) turut membidani kelahiran Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia (PSSI) dalam pertemuan yang diadakan di Societeit Hadiprojo Yogyakarta. SIVB dalam pertemuan tersebut diwakili oleh M. Pamoedji. Setahun kemudian kompetisi tahunan antar kota/perserikatan diselenggarakan. SIVB berhasil masuk final kompetisi perserikatan pada tahun 1938 meski kalah dari VIJ Jakarta.
Ketika Belanda kalah dari Jepang pada 1942, prestasi SIVB yang hampir semua pemainnya adalah pemain pribumi dan sebagian kecil keturunan Tionghoa melejit dan kembali mencapai final sebelum dikalahkan oleh Persis Solo. Akhirnya pada tahun 1943 SIVB berganti nama menjadi Persibaja (Persatuan Sepak Bola Indonesia Soerabaja). Pada era ini Persibaja diketuai oleh Dr. Soewandi. Kala itu, Persibaja berhasil meraih gelar juara pada tahun 1950, 1951 dan 1952.
Tahun 1960, nama Persibaja dirubah menjadi Persebaya (Persatuan Sepak Bola Surabaya). Pada era perserikatan ini, prestasi Persebaya juga istimewa. Persebaya adalah salah satu raksasa perserikatan selain PSMS Medan, PSM Makassar, Persib Bandung maupun Persija Jakarta. Dua kali Persebaya menjadi kampiun pada tahun 1978 dan 1988, dan tujuh kali menduduki peringkat kedua pada tahun 1965, 1967, 1971, 1973, 1977, 1987, dan 1990.
Prestasi gemilang terus terjaga ketika PSSI menyatukan klub Perserikatan dan Galatama dalam kompetisi bertajuk Liga Indonesia sejak 1994. Persebaya merebut gelar juara Liga Indonesia pada tahun 1997. Bahkan Persebaya berhasil mencetak sejarah sebagai tim pertama yang dua kali menjadi juara Liga Indonesia ketika pada tahun 2005 Green Force kembali merebut gelar juara. Kendati berpredikat sebagai tim klasik sarat gelar juara, Green Force juga sempat merasakan pahitnya terdegradasi pada tahun 2002 lalu. Pil pahit yang langsung ditebus dengan gelar gelar juara Divisi I dan Divisi Utama pada dua musim selanjutnya.
Langganan:
Postingan (Atom)